Qurban dan Ekonomi Kerakyatan

DSCF9984 - CopyIbadah Qurban, baik dalam perspektif awal mula diperintahkannya pada masa Nabi Adam as maupun pelaksanaannya pada masa Nabi Ibrahim as dan pelembagaannya pada masa Nabi Muhammad saw, tidak dapat dilepaspisahkan dari pengembangan ekonomi kerakyatan.

Qurban pada masa Nabi Adam as diwujudkan dalam bentuk hasil pertanian yang diqurbankan oleh Qabil dan hasil peternakan yang diqurbankan oleh Habil. Qurban Qabil memang tertolak karena memberikan yang terjelek dari hasil usahanya, sedangkan qurban Habil diterima karena memberikan yang terbaik dari hasil usahanya.

Qurban pada masa Nabi Ibrahim as pada dasarnya adalah anak beliau sendiri Ismail as. Tetapi sejarah mencatat, bahwa Ismail anak Nabi Ibrahim as itu digantikan dengan seekor domba yang besar lagi sehat, karena memang manusia adalah makhluq tertinggi ciptaan Allah, terlalu mulia untuk dijadikan qurban.

Bercermin pada qurban Nabi Ibrahim as itu, maka qurban pada masa Nabi Muhammad saw dan pengikutnya hingga hari qiamat adalah sapi, lembu, kambing atau domba peliharaan. Perintah qurban ini dilakukan sekali setahun.

Menurutnya, Ibadah qurban ini memiliki peran yang sangat besar dalam pengembangan ekonomi kerakyatan dengan alasan sebagai berikut :

Pertama, yang menjadi subyek qurban adalah orang kaya. Kekayaan harus dimiliki baru bisa berqurban. Dengan demikian maka ibadah qurban memberikan motivasi bagi umat Islam untuk giat bekerja sebab hanya dengan bekerjalah maka dapat berqurban.

Kedua, yang menjadi obyek qurban adalah sapi, lembu, kambing dan domba. Keempat hewan ini adalah binatang jinak peliharaan manusia dan sumber ekonomi kerakyatan. Perintah qurban ini pada dasarnya memerintahkan umat Islam untuk membuka peternakan secara professional.

Ahmad Supardi sangat menyayangkan, ternyata hewan qurban kita saat ini banyak disuplay dari hasil peternakan orang lain yang tidak beragama Islam. Mungkinkah ini sebuah pertanda bahwa orang lain lebih peka menangkap substansi ajaran agama Islam daripada orang Islam itu sendiri. Wallohu A’lam Bish-showab.***
Oleh: Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Rokan Hulu, Riau
Drs H Ahmad Supardi Hasibuan MA