Soal, BG Vs KPK, Jokowi Diminta Turun Tangan

Para aktivis yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil untuk reformasi polri, menggelar unjuk rasa menentang Komjen Budi Gunawan menjadi kapolri didepan Istana Negara, Jakarta, 21 Januari 2015. Tempo/Dian Triyuli Handoko
Para aktivis yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil untuk reformasi polri, menggelar unjuk rasa menentang Komjen Budi Gunawan menjadi kapolri didepan Istana Negara, Jakarta, 21 Januari 2015. Tempo/Dian Triyuli Handoko

Jakarta (SegmenNews.com)- Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin, menyarankan Presiden Joko Widodo turun tangan untuk menyelesaikan konflik antara Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Amir, Jokowi tidak boleh berdiam diri. (Baca: Budi Gunawan Adukan KPK ke Kejaksaan, Ada 3 Alasan.)

“Menurut saya, Presiden tahu apa yang harus dilakukan. Dalam situasi seperti ini, peran Presiden sangat besar untuk menyelesaikannya,” kata politikus Partai Demokrat itu ketika dihubungi Tempo pada Rabu, 21 Januari 2015. (Baca: KPK Mulai Sita Dokumen Budi Gunawan.)

Amir mencontohkan bagaimana mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyelesaikan permasalahan antara kepolisian dan KPK pada 2010. Saat itu dua pimpinan KPK, yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, ditahan kepolisian karena lembaganya menyadap percakapan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji terkait dengan kasus Bank Century.

“Waktu dulu, Presiden SBY turun tangan dengan mencari jalan keluar karena kasus itu menjadi perhatian besar,” katanya. Amir yakin Jokowi akan melakukan hal serupa. Namun Amir mengingatkan Jokowi agar tidak mengintervensi proses hukum. “Turun tangan bukan mencampuri proses hukum.”

Amir juga meminta jajaran menteri tidak perlu melemparkan kritik terhadap KPK. Saat pemerintahan SBY, Amir mengatakan, para menteri justru membantu menyelesaikan masalah. “Waktu itu, tidak ada pengalaman seperti itu,” tutur Amir. “Semua rata-rata mencari solusi.”

Budi Gunawan ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh KPK pada Selasa, 13 Januari 2015. Tak terima, mantan ajudan presiden kelima Megawati Soekarnoputri itu mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tim kuasa hukumnya juga melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung.***

Red: hasran
Sumber: tempo.co