Pelaksanaan Proyek TPA Muara Fajar Diduga Beda Dengan Gambar

Pekanbaru

Pelaksanaan proyek TPA Muara Fajar, Rabu (6/10/2016
Pelaksanaan proyek TPA Muara Fajar, Rabu (6/10/2016

( SegmenNews.com)-Pelaksanaan proyek  Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Muara Fajar, Pekanbaru, berbeda dengan gambar yang sebelumnya di lelang di LPSE. Pada gambar terlihat bronjong memiliki empat tingkatan, sementara dalam pelaksanaan hanya dua tingkat.

Pantauan di lapangan, Rabu (6/10/2016), proyek senilai Rp36 miliar dari Kementerian PUPera ini, bronjong terlihat hanya dua tingkat, sementara pada gambar empat tingkat.

“Gambar ini saya peroleh dalam domumen penawaran lelang, bronjongnya ada empat tingkat,” ujar Syakirman, ketika menyerahkan gambar kepada wartawan.

Dalam gambar juga terlihat pada setiap tingkatan terdapat tanaman paling atas pohon pucuk merah bagian tengah rumlut paitan dan paling bawah pohon matoa. Namun hingga Rabu (6/10/2016), tanaman tersebut belum terlihat.

Sebelumnya, pihak kontraktor dalam rilisnya kepada beberapa media menyebutkan menargetkan pekerjaan selesai sebelum Oktober. Ia optimis batas waktu pengerjaan yang diberikan pada Oktober 2016 bisa direalisasikan. Bahkan, pihaknya menargetkan bisa menyelesaikannya sebelum batas waktu tersebut.

TPA baru ini memiliki luas sekitar 5 hektar dan diperkirakan mampu menampung produksi sampah Kota Pekanbaru sampai beberapa tahun mendatang.

Direktur Utama PT Budi Jaya General, Kontraktor pelaksana proyek pembangunan TPA Muara Fajar, Gamawan, belum berhasil dihubungi untuk dikonfirmasi melalui selulernya terkait hal tersebut.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Konstruksi Indonesia, Syakirman, Selasa (14/6/2016), setidaknya ada tiga dugaan pelanggaran hukum dan penyimpangan pada proyek tersebut. Yakni, dugaan pengaturan pemenang tender pada proses lelang, dugaan proyek di sub kontrak kan kepada pihak lain, serta dugaan mark up dan manipulasi pada pelaksanaan.

Dijelaskannya, dugaan pengaturan proyek terlihat dari alasan menggugurkan empat penyedia jasa yang ikut lelang sama. “Untuk diketahui, proyek ini diikuti lima penawar, PT Budi Jaya General merupakan penawar tertinggi ke tiga dengan selisih hanya sekitar Rp800 juta dari harga perkiraan sendiri (HPS). Yang empat perusahaan digugurkan dengan alasan yang sama. Jadi kita menduga ini sengaja diatur agar PT Budi Jaya General menang,” ujarnya.

Sementara indikasi pekerjaan ini di sub kontrak kan menurut Syakirman, karena berdasarkan penelusuran lada situs LPJK dan berita acara pelelangan, diketahui, PT Budi Jaya General, beralamat di Jalan Ngurah Rai, Nomor 7, Air Tawar Timur, Padang, Sumatera Barat, dengan Direktur Gamawi Sudanta Rivaldo, SE.

“Namun kenyataan di lapangan, tidak ada yang mengenal Gamawi Sudanta Rivaldo. Para pekerja mengatakan proyek ini milik Pian. Pian ini berdasarkan penelusuran kita, sejak tahun 2011 lalu mengerjakan TPA di beberapa kabupaten kota di Riau, seperti duri, Dumai, Rohil dan Pekanbaru, tetapi dengan perusahaan yang berbeda. Jadi kita menduga Pian ini merupakan sub kontraktor,” ujar Syakirman.

Perbuatan ini menurut Syakirman, bertentangan dengan dengan pasal 87, poin 3 Perpres 54 Tahun 2010 Jo Perpres 04 Tahun 2015, Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Sementara penyimpangan pada pelaksanaan kegiatan menurut Syakirman, di antaranya item galian biasa dengan volume 160.000 m3. “Di lapangan, kita melihat lokasi TPA ini lembah berbukit, sehingga galian tersebut diperkirakan hanya sekitar 50 hingga 75 persen saja.

” Atas temuan ini, saya sudah menyurati Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memerintahkan Dirjen Cipta Karya, menghentikan proyek tersebut, agar tidak terjadi kerugian negara yang lebih besar,” ujarnya.(hasran)