JPU Hadirkan Saksi Ahli Dewan Pers di Sidang dengan Terdakwa Toro, Ini Penjelasannya

JPU Hadirkan Saksi Ahli Dewan Pers di Sidang dengan Terdakwa Toro, Ini Penjelasannya

Pekanbaru(SegmenNews.com)- Sidang perkara pencemaran nama baik dengan terdakwa Toro Ziduhu, pimpinan redaksi media harian berantas kembali digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (29/10/18). Sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli dari dewan pers, Heru Jahjo Soewardojo.

Dalam perkara ini, Toro didakwa melakukan pencemaran nama baik Bupati Bengkalis, Amril Mukminin dan dijerat dengan UU ITE.

Heru Jahjo,  di persidangan yang dipimpin hakim Yudisilen memaparkan tentang Kode Etik Jurnalis (KEJ) sesuai UU Pers No.40 Tahun 1999 dan Keputusan Dewan Pers Tahun 2016.

Dimana wartawan harus memiliki karya tulis yang sesuai dengan aturan KEJ. Setiap pemberitaan harus melalui ferivikasi dan memberikan ruang konfirmasi kepada narasumber.  Konfirmasi dapat tertunda bila suatu pemberitaan yang menyangkut Umum dan Urgent.

“Tidak serta merta langsung dapat diberitakan, bila hal ini tidak dilakukan, akan timbul persoalan baru dari pihak yang dirugikan atas pemberitaan tersebut,” ungkapnya.

Bila terjadi keberatan, lanjutnya, nara sumber atau yang diberitakan, dapat mengajukan hak jawab pada Dewan Pers. Sesuai ketentuan tenggang waktu 7×24 jam, dan tidak dibenarkan memberitakan oknum yang sama dan topik pemberitaan yang sama masa tenggang waktu tersebut.

Jika tetap dilakukan secara berulang, maka pemberitaan dapat disebut sebagai konflik kepentingan, dan melangggar KEJ.

“Dalam berita persidangan, berita fokus pada jalannya sidang dan yang terkait dalam proses tersebut. Masih banyak berita yang dapat digali, tanpa harus menohok pada seseorang, apalagi belum ada kekuatan hukum yang mengikat,” jelasnya.

Jika terjadi konflik yang tidak sesuai dengan aturan, maka ada keputusan Dewan Pers mewajibkan pernyataan maaf pada pelapor dan masyarakat, diterbitkan di media bersangkutan, jika tidak dilakukan maka dapat dibawa ke ranah hukum.

“Persoalan ini dapat terjadi atas pelanggaran ketentuan KEJ, dan merugikan pihak lain, peluang tetap ada,” tegasnya.***(Edi)