Mandi Balimau Kasai Potang Mogang, Potensi Wisata Halal yang Harus Dijaga

Mandi Balimau Kasai Potang Mogang, Potensi Wisata Halal yang Harus Dijaga

Pelalawan (SegmenNews.com) – Adat mandi belimau kasai merupakan adat atau tradisi tahunan dalam menyambut bulan suci Ramadhan di Provinsi Riau. Hal ini terbukti di setiap Kabupaten, bahkan di Kecamatan yang ada di Riau malaksanakan adat mandi balimau kasai ini.

Di Kabupaten Pelalawan, di beberapa Kecamatan banyak yang telah melaksanakan adat mandi balimau kasai ini mulai dari Pembukaan mandi Balimau Kasai di Kerajaan Pelalawan, Kecamatan Pelalawan dilanjutkan dengan mandi Balimau Potang Mogang di Kecamatan Langgam.

Pada hakikatnya setiap umat muslim beragama islam yang akan melaksanakan ibadah Ramadhan dengan melaksanakan puasa sebulan penuh, dan di sunahkan mensucikan diri dari penyakit hati dengan saling bermaaf-maafan dan bersih jasmani maupun rohani sehinga setiap muslim siap untuk melaksanakan ibadah puasa selama bulan Ramadhan tersebut.

Dalam mensucikan diri bersih jasmani umat muslim di Indonesia, khususnya di Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau memiliki cara tersendiri di dalam menyambut bulan suci Ramadhan 1440 H / 2019 ini. Di kabupaten Pelalawan dengan melakukan “Mandi Balimau Kasai Potang Mogang” , yang merupakan tradisi religius yang sudah turun temurun di laksanakan oleh masyarakat Pelalawan sejak dahulu kala.

Mandi Balimau Potang Mogang di khasanah negeri seiya sekata Kabupaten Pelalawan ini, di laksanakan di tepian sungai Kampar yaitu Balai Anjungan Tepiah Ranah Tanjung Bunga, Kelurahan Langgam Kecamatan Langgam. Rabu (1/5/19) lalu.

Pada prosesi adat Mandi Balimau Kasai Potang Mogang itu, dihadiri lansung oleh Gubernur Riau H. Syamsuar di dampingi oleh Bupati Pelalawan H.M.Harris, Wakil Bupati H.Zardewan, Sekda Tengku Mukhkis, Kapolres AKBP Kaswandi Irwan.

Pada pelaksanaan Mandi Balimau Kasai Potang Mogang, terlebih dahulu dimulai dengan acara makan bejambau atau dikenal dengan makan beradat, dimana Bupati Pelalawan H.M Harris ikut dalam prosesi makan bejambau berbaur bersama pemuka adat, batin, ninik mamak, tokoh masyarakat dan alim ulama.

Selain itu, didalam rangkaian prosesi mandi balimau kasai potang mogang dilakukan upacara Togak Tonggol sebagai pembuka yang dipimpin oleh Datuk Rajo Bilang Bungsu.Tonggol merupakan sebuah bendera simbol kebesaran suku suku masyarakat adat dilanggam yang dikibarkan diatas tiang panjang yang berasal dari bambu.

“Dengan keberagaman warna bendera yang dikibarkan diatas tonggol menandakan tidak ada permasalahan atau persoalan, bahkan dengan perbedaan yang ada kita tetap bisa bersatu bersama,” ungkap H.M Harris yang bergelar Datuk Setia Amanah Payung Panji ini.

Dikatannya, pihaknya sebagai Pemerintah Daerah (Pemda) mengajak, agar masyarakat Kabupaten Pelalawan bisa terus menjaga dan melestarikan warisan budaya turun temurun di Negeri Pelalawan dengan motto “Tuah Negeri Seiya Sekata” ini, karena menurutnya, saat ini adat sudah beransur tidak terlalu diperhatikan.

“Tradisi Balimau Potang Moyang ini perlu di jaga dan dilestarikan, karena sekarang adat istiadat kita sudah mulai kurang di perhatikan, karena tergerusnya kebudayaan kita oleh Negara luar,” ajak HM Harris Bupati dua periode tersebut.

Dalam hal ini, juga berharap dengan prosesi Mandi Balimau Potang Mogang ini bisa membersihkan hati, sehingga warga Kahupaten Pelalawan khususnya bisa bersuka cita  menyambut bulan suci Ramadhan tahun 1440 H ini.

Sementara itu, Gubenur Riau H. Syamsuar mengatakan bahwa Kegiatan Mandi Balimau Potang Mogang ini adalah nilai adat dan budaya yang harus dijunjung tinggi sehingga tidak akan hilang dimakan oleh waktu.

Mantan Bupati Kabupaten Siak ini juga mengajak masyarakat, agar adat yang menjadi kebanggaan itu dapat dilestarikan, sehingga bisa memacu tumbuh kembangnya wisata di Propinsi Riau.

“Propinsi Riau Tahun 2018 kemaren mendapatkan peringkat ketiga setelah lombok dan aceh dalam kategori destinasi wisata halal yang meliputi wisata religi, wisata alam dan event pariwisata lainnya. Oleh karena itu kita berharap agar potensi wisata di Propinsi Riau perlu menjadi kebanggaan bagi masyarakat Riau, dan hendaknya kita lestarikan dan jaga destinasi wisata yang ada Propinsi Riau ini,” ungkap H. Syamsuar.

Turit hadir dalam kesempatan tersebut Ketua TP.PKK HJ.Ratna Mainar Harris,  Wakil Ketua TP.PKK Pelalawan Hj.Ramlah Zardewan, Ketua Dharma Wanita Hj.Teti Hariati Mukhlis, Anggota DPRD Propinsi Riau Sewitri, Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kabupaten Pelalawan, Datuk Seri Tengku Zulmizan Fainja Assagaf, Ketua Umum Lembaga Adat Melayu Pesisir ( LAMP) Tengku Nahar,SP, Forkompinda Pelalawan, Kepala OPD, serta Camat dan Lurah/Kades, Ketua Ormas dan Masyarakat yang meramaikan pergelaran adat pada saat itu.

#Kilasan Sejarah Adat Balimau Kasai Menurut Lembaga Adat

Menjalin silaturahmi yang retak serta meminta maaf sebagai bentuk penghapusan dosa menyambuy Ramadhan tak hanya diperintahkan agama Islam. Dalam masyarakat Melayu Riau, hal serupa sering dilakukan beberapa hari menjelang puasa dan diupacarakan secara adat.

Upacara ini dikenal dengan Tegak Tonggol atau mendirikan panji-panji kesukuan. Biasanya dilaksanakan masyarakat adat di Langgam, Kabupaten Pelalawan, beriringan dengan upacara Potang Mogang Balimau Kasai.

Menurut Ketua Majelis Kerapatan Adat di Lembaga Adat Melayu Riau Al Azhar, tegaknya tonggol atau panji adat merupakan simbol keharmonisan antara anak kemenakan internal suatu suku ataupun antar suku di Langgam.

Panji adat tidak akan bisa didirikan selama upacara berlangsung jika hubungan di internal suku masih ada masalah. Tetua adat diwajibkan berembuk sehingga ada titik temu permasalahan yang ada, barulah panji bisa ditegakkan di tengah upacara.

“Jadi ini sebagai simbol keharmonisan, tidak ada masalah lagi antara anak kemenakan di suku ataupun dengan suku lain,” kata Al Azhar di Pekanbaru, kata Al Azhar kepada Wartawan.

Tak hanya anak kemenakan, permasalahan dalam kesukuan biasanya juga menimpa pucuk atau tetua. Biasanya ada perselisihan dengan anak kemenakan terkait klaim tanah ulayat atau tetua yang dicurigai mencederai suku selama memimpin.

“Misalnya mencederai aturan adat, itu sudah harus selesai menjelang upacara. Itulah bentuk kesucian masyarakat Melayu menyambut bulan suci Ramadan,” sebut Al Azhar.

Biasanya, permasalahan adat kesukuan tidak bisa disembunyikan. Selalu saja muncul riak-riak ke permukaan meskipun disimpan secara rapat. Anggota suku biasanya menyampaikan permasalahan menjelang upacara dilangsungkan.

“Kalau semuanya sudah selesai, baru panji kebesaran suatu adat bisa ditegakkan, kalau belum selesai, panji tidak bisa ditegakkan,” ucap Al Azhar.

Lebih jauh Al Azhar menyampaikan, tradisi masyarakat Melayu dalam menyambut Ramadan dikenal dengan Balimau Kasai. Kegiatan ini ada yang dilaksanakan di keluarga saja dan ada pula yang diupacarakan.

Mandi Balimau Kasai menggunakan air dengan wangi-wangian khas, dicampur bunga rampai, irisan jeruk purut serta akar-akaran. Semua bahan itu diletakkan dalam wadah lalu dicampur air secukupnya.

“Kalau dilaksanakan di keluarga, biasanya ayah dan ibu memandikan anaknya, atau abang ke saudaranya,” sebut Al Azhar.

Menurut Al Azhar, mandi Balimau Kasai merupakan simbol menyucikan diri menyambut Ramadan. Usai mandi, anak-anak lalu meminta maaf kepada orangtuanya, atau istri ke suami, lalu berlanjut ke tetangga.

“Hal ini sudah dilakukan sejak zaman dahulu, sebagai simbol menyucikan diri,” tegas Al Azhar.

Sementara yang diupacarakan, esensinya juga sama. Hanya saja dikemas dalam bentuk pesta adat yang biasa dilaksanakan di pinggir sungai dan selalu dihadiri pemuka masyarakat, tokoh adat, dan pemerintah.

Di Pekanbaru, upacara ini dilaksanakan di pinggir Sungai Siak. Sementara di Kabupaten Kampar dan Pelalawan dilakukan di Sungai Kampar. Hal serupa juga diupacarakan masyarakat pesisir seperti Rokan Hilir, Bengkalis, dan Selatpanjang.

“Kalau di Pelalawan ada juga namanya Mandi Balimau Sultan oleh kerajaan di sana, sudah dilaksanakan sejak zaman kerajaan dulu. Di setiap daerah, tradisi ini disebut dengan Potang Mogang,” jelasnya.

Secara harfiah, potang diartikan hari terakhir di bulan Syakban, di mana malamnya sudah masuk hari pertama Ramadan. Sementara Mogang adalah memegang atau kemantapan memasuki Ramadan.

Dahulu, tradisi ini menjaga kebersamaan kaum muda untuk menyambut Ramadan. Sehari sebelumnya, anak muda laki-laki akan masuk ke hutan mencari bunga rampai, akar-akaran khusus, serta jeruk perut.

Berikutnya, hasil pencarian itu diolah anak perempuan sehingga menjadi ramuan Balimau Kasai. Biasanya ada yang dibungkus ataupun diletakkan saja dalam wadah besar untuk dipakai bersama secara bergantian.

Seiring perkembangan zaman, kebiasaan mencari sendiri bahan Balimau Kasai sudah tidak dilakukan. Masyarakat lebih memilih yang instan karena sudah banyak dijual di pasar.

“Itu salah satu pergeserannya, sudah ada di pasar, orang lebih memilih membeli dari pada membuat sendiri,” jelas Al Azhar.

Al Azhar mengakui, Balimau Kasai yang diupacarakan (Potang Mogang) sudah banyak mendapat kritik dari beragam kalangan. Pasalnya, sebagian anak muda menjadikan acara menyucikan diri ini menjadi bercampur diri.

“Di sungai banyak bercampur antar laki-laki dan perempuan bukan muhrim, riang gembira terlepas dari esensi awal,” imbuh Al Azhar.

Seharusnya, tegas Al Azhar, pesta menyambut Ramadan tidak dinodai ulah sebagian warga yang hanya ingin mencari kesenangan. Pasalnya, esensi dari Petang Megang adalah simbol bersuci secara adat.***(Advertorial-Ris).