Terdakwa Kasus Kebakaran Lahan Divonis Bebas. Tamparan Keras Buat Polisi dan Kejaksaan

Terdakwa kebakaran lahan diadili
Terdakwa kebakaran lahan diadili

Pangkalan Kerinci (SegmenNews.com)- Majelis hakim Pengadilan Negeri PN Pelalawan, memvonis bebas Manajer Operasional PT Langgam Inti Hibrido (LIH), Frans Katihotang, terdakwa kasus kebakaran lahan dan hutan, Kamis (9/6/2016). Warga yang memperoleh informasi ini menyatakan terkejut dan menyatakan keprihatinannya kepada aparat TNI yang sudah bertungkus lumus memadamkan api di Riau, termasuk Kabupaten Pelalawan.

“Ini tamparan keras bagi polisi dan jaksa. Kerja keras penyidik di lapangan untuk membuktikan penyebab dan orang yang bertanggungjawab terhadap kebakaran yang menimbulkan bencana asap di Riau, ternyata sia-sia karena tersangka atau terdakwa yang diajukan divonis bebas. Penyidik dan jaksa harus melakukan evaluasi menyeluruh mengapa hal ini bisa terjadi, apakah selama ini bukti-bukti memang lemah. Jika memang lemah diakui saja untuk perbaikan ke depan,” ujar Khairul, warga Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Jumat (10/6/2016).

Pada kesempatan itu, ia juga menyampaikan keprihatinannya kepada TNI yang telah menyerahkan jiwa raganya untuk menumpas kebakaran hutan dan lahan di Riau. “Kita ketahui bersama selain TNI yang ada di Riau ribuan TNI juga didatangkan dari luar Riau untuk memadamkan kebakaran lahan tahun lalu. Prajurit TNI dengan peralatan seadanya dan mungkin dengan makan seadanya, tak perduli dengan penyakit ISPA yang mengancam, tetap setia melakukan pemadaman dan takkan pulang sebelum api benar-benar padam. Namun ternyata, orang-orang yang melakukan pembakaran tidak dapat dibuktikan di Pengadilan,” ujarnya.

Untuk diketahui vonis bebas terhadap Manajer Operasional PT LIH ini diberikan Majelis Hakim I Dewa Gede Budi Darma Asmara, didampingi hakim angota Meni Warliah dan Nurahmi, di Pengadilan Negeri Pangkalan Kerinci.

Menurut hakim, pertimbangan lainnya adalah berdasarkan hasil sidang lapangan  pada 26 April 2016, bahwa sumber api berasal dari luar lahan perusahaan yang terbukti dengan ditemukannya lahan masyarakat yang juga terbakar telah ditanami karet yang baru berumur enam bulan. “Sidang lapangan membuktikan bahwa lahan diluar LIH terbakar dan ditanami karet. Dari sini sumber api berasal,” ungkapnya.

Menurut majelis hakim, terdakwa Frans juga tidak terbukti memerintahkan kepada karyawan untuk membuka  lahan baru di Gondai. Ini sejalan dengan ketentuan IPOP (Indonesian Palm Oil Pledge), dimana LIH sebagai salah satu anggotanya dilarang untuk membuka kebun sawit baru di lahan gambut, melakukan pembukaan lahan dengan pembakaran dan merusak ekosistem di sekitar kebun sawit. Dengan ketentuan IPOP ini LIH tidak lagi melakukan pembukaan lahan baru lagi sejak tahun 2014.

“Sehingga motif LIH membakar lahan untuk penanaman sawit di kebun Gondai tidak terbukti,” kata majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya.

Selain itu, majelis hakim dalam pertimbangannya juga menyatakan bahwa kualitas bibit sawit yang tertanam di kebun Gondai sangat baik karena ada sertifikasi dari Socfindo, perusahaan bibit sawit terkemuka di Indonesia. Dengan begitu, lanjutnya, tuduhan bahwa pembakaran lahan di kebun Gondai terjadi karena kualitas bibit sawit yang buruk tidak terbukti.

Dalam putusannya, hakim juga mengabaikan keterangan saksi ahli Prof. Basuki Wasis yang dijadikan dasar tuntutan JPU terkait kebakaran di Gondai. Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan bahwa pengambilan sampel uji yang dilakukan oleh ahli Basuki Wasis terhadap materi tanah di lahan Gondai diragukan kebenarannya karena dinilai metode pengambilan sampelnya keliru.

“Keterangan ahli Basuki Wasis mengenai kualitas bibit sawit yang buruk dan motif membakar lahan untuk penanaman sawit yang dijadikan dasar tuntutan JPU tidak terbukti,” jelasnya.(hasran)